Puisi-puisi Mohammad Cholis
Mohammad Cholis, lahir pada tanggal 28 Agustus 2001 di kampung Telenteyan, Longos, Gapura, Sumenep. Allumni di PP. Annuqayah daerah Lubangsa Raya. Sekarang aktif menulis di Garawiksa Institute Yogyakarta. Puisi-puisinya telah disiarkan banyak media baik cetak atau digital.
SURAT UNTUK AYLA
Ayla,
di koran hari ini
puisi seperti banjir bandang
airnya terus meluap-luap dari
mata penyair yang entah
miris sayang,
ketika kulihat sepasang matanya
adalah oretan sketsa
dari kepergian kekasihnya
atau…
Ayla,
aku tak bisa menulis puisi
untukmu hari ini
tentang burung-burung yang tak
pernah kujumpai lagi di reranting
rambutmu
tentang lembut payadarumu
yang kering dihisap para lelaki jalang
ai, sayang
rupaya sudah tak ada ruang untuk kita
untuk luka dan duka kita
kecuali lubang kematian dari cinta kita
Garawiksa, 2021
BIBIT KERINDUAN
bibit kerinduan yang engkau tanam di
musim itu sudah menua
akarnya merentang jauh di antara dada
kita
orang-orang sepakat mengatakan
itu adalah jalan menuju muara telenteyan
muara tangisan di tanah kelahiran
satu persatu daunnya mulai gugur
menerjemah setiap detik yang tugur
di bawahnya engkau menyapu sepi
sambil mendengarkan siul angin
yang ikut menyahut dengan petani
sepi terbuat dari dingin dan birahi
tubuhku telanjang memeluk bayang
melupakan kenangan dan arah menuju pulang
ingin kutulis segala tentangmu
sebagai ranjang peristirahatan
dari rindu yang selalu berlahiran
Garawiksa, 2021
BUKU DAN KEMATIANNYA
di sebrang sana, dimana mata memandang
buku-buku terpajang memasang wajah sepi
debar rindunya terdengar ketika jantung
berbunyi selaras mengikuti derit waktu
halamanmu seluas langit, selebar sayap
burung mendaki arah mata angin
gunung, bukit, bentangan lautan,
semua sembunyi di dalam tubuhmu, tapi
ai, rupaya tak ada tubuh yang seksi lagi untuk dinikmati
debu-debu sudah memoles setiap mata
untuk tak lagi mendekatinya
dan aku, tak lain hanya batu-batu
Garawiksa, 2021
PARA BHEBEJE
telah datang orang-orang di luar
bibirnya gemetar hendak memberi salam
tangan kanannya mengetuk pintu
tangan kirinya memegang bingkisan rindu
aromanya menyengat di leher maghrib
seperti pernah kucium dan entah
demi rindu
kubacakan ayat-ayat seluruh
meski yang tersampai hanya gemuruh
Garawiksa, 2021